muslim itu berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan suatu doa yang
tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi di dalamnya, melainkan
Allah subhanahu wa ta’ala memberikannya salah satu dari tiga
kemungkinan. Yaitu Dia segera mengabulkan doanya, atau Dia akan
menyimpan baginya di akhirat kelak, atau Dia akan menghindarkan darinya
keburukan dan yang semisalnya.” Maka para Sahabat berkata : “Jika
demikian, kita akan memperbanyaknya (doa).” Kemudian Rasullulah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah subhanahu wa ta’ala lebih
banyak (memberikan pahala karenanya).
[HR. Ahmad (III/18),
al-Bukhari dalam kitab : al-Adabul Mufrad No. 710, al-Hakim (I/493) dari
Abu Sa’id al-Khudri dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih
al-Adabil Mufrad (No. 547)]
Secara
umum makna dari hadist diatas adalah Allah subhanahu wa ta’ala bisa
jadi akan langsung mengabulkan doa yang dipanjatkan seorang hamba, atau
Allah subhanahu wa ta’ala akan menyimpan doa tersebut sebagai sebuah
kebaikan bagi hamba itu kelak di akhirat, ataupun Allah subhanahu wa
ta’ala menjadikan doa seorang hamba sebagai penghindar seorang hamba
dari suatu keburukan/bencana yang akan menimpanya. Maka maknailah hal
tersebut dengan selalu berprasangka baik kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Jangan pernah mengeluh dengan ketentuan yang telah Allah
subhanahu wa ta’ala tetapkan karena pasti ada hikmah besar dibalik itu
semua yang mungkin saja tidak kita ketahui.
Berikut ini adalah
beberapa adab dan faktor penyebab dikabulkannya doa berdasarkan nukilan
dari kitab “Kumpulan Do’a dari Al-Qur’an dan as Sunnah yang Shahih”
karya al- Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullahu ta’ala :
- Ikhlas berdoa hanya karena Allah semata (Lihat Q.S Al-Mu’min ayat 14 dan Al Bayyinah ayat 5).
- Mengawali
doa dengan pujian dan sanjungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
kemudian diikuti bacaan shalawat kepada Rasullulah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, kemudian akhiri doa dengan cara yang sama. - Bersungguh-sungguh
dalam berdoa, serta yakin bahwa setiap permohonan yang dipanjatkan
pasti akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. - Mendesak dengan penuh tawadhu (kerendahan hati) saat berdoa, dan tidak terburu-buru dalam memohonkannya.
- Menghadirkan hati didalam setiap doa.
- Berdoa baik pada saat senang (keadaan lapang), maupun ketika dirundung kesedihan (musibah).
- Tidak boleh berdoa dan memohon sesuatu kecuali HANYA kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
- Tidak mendoakan suatu keburukan bagi keluarga, harta, anak dan diri sendiri.
- Merendahkan suara ketika berdoa, yaitu antara samar-samar dan keras (Lihat HR. Bukhari No. 6384 dan Muslim No. 2704).
- Mengakui
dosa yang telah diperbuat kemudian memohon ampunan atasnya, serta
mengakui segala nikmat yang telah kita terima, dan bersyukur atas nikmat
tersebut. - Tidak perlu membebani diri dengan membuat sajak dalam berdoa (Lihat doa-doa yang terdapat dalam Al-Quran dan as-Sunnah).
- Tadharru
(merendahkan diri), khusyu, raghbah (berharap untuk dikabulkan), dan
rahbah (rasa takut tidak dikabulkan) sebagaimana yang terdapat pada Q.S
Al-Anbiyaa ayat 90. - Mengembalikan hak orang lain yang pernah didzalimi disertai dengan taubat.
- Memanjatkan doa tiga kali.
- Menghadap kiblat.
- Berdoa dengan mengangkat kedua tangan.
- Jika
memungkinkan hendaklah berwudhu sebelum berdoa kepada Allah subhanahu
wa ta’ala (Lihat Shahih al-Adzkar wa Dha’ifuhu halaman 960-962). - Tidak berlebih-lebihan dalam berdoa (memohon sesuatu yang menyalahi kodrat sebagai seorang hamba).
- Bertawassul kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan Asmaul Husna dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi.
- Setiap makanan dan minuman serta pakaian yang digunakan harus berasal dari harta yang halal.
- Tidak berdoa untuk segala macam kemaksiatan.
- Tidak berdoa untuk memutus silaturahmi.
- Harus
disertai dengan menegakan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu dengan cara
menyuruh kepada suatu kebaikan serta mencegah dari suatu kemungkaran. - Disunnahkan
memulai doa dengan mendoakan diri sendiri, baru kemudian mendoakan
orang lain (Lihat Syaruh Nawawi lish Shahih Muslim XV/144, Tuhfatul
Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi IX/328 dan al Bukhari yang disertai
kitab Fathul Bari I/28).
sumber:berdakwah.blog.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar