Rabu, 25 November 2015

Dimana Allah SWT Berada?

Dimana Allah? Di langit? Di mana-mana? Atau kita dilarang menanyakan hal itu? Berikut, penjelasan yang logis berdasarkan dalil.

Bismillah,
banyak diantara kita yang mungkin belum tahu Allah itu dimana. Ada yang
menjawab di langit, dimana-mana, ada yang mengatakan, “Allah tidak di
atas, tidak juga di bawah, tidak di sebelah kanan tidak pula di sebelah
kiri, tidak di barat tidak di timur, tidak di selatan tidak juga di
utara.”ataupun ada yang menganggap pertanyaan seperti itu adalah
terlarang.


Dimana?
Sebagian menjawab ada dimana-mana. Berarti Allah ada di kananmu, di
kirimu, di masjid, di rumah, bahkan di dalam dirimu. Ini tentu tidak ada
dasarnya maman, Allah itu Maha Besar, tidaklah mungkin ada di
tempat-tempat seperti itu. Terlebih sangat batil jika mengatakan Allah
ada dalam diri kita. Kita bukan Rosul, kita hanya makhluk yang penuh
dosa tidak pantas menjadi tempat bagi Allah Yang Mahasuci. Mungkin yang
beranggapan Allah ada dalam dirinya dia seperti menuhankan dirinya
sendiri. Setan juga ada dalam diri kita. Emm, atau yang dimaksud ya
setannya itu?


Oke,
Allah ada dimana? Tidak di atas? Tidak di bawah? Tidak di sebelah
kanan? Tidak di sebelah kiri? Tidak di barat ataupun timur? Tidak di
utara maupun selatan? Lalu dimana? Apa artinya itu Allah tidak
dimana-mana? berarti Allah tidak ada? Pernyataan seperti itu tentulah
batil mamen, karena Allah itu ada.


1017060_616493795052291_1185393018_n

“Kalau
ada yang menjawab Allah itu tidak terikat ruang dan waktu. Karena Allah
lah yang menciptakan ruang dan waktu itu sendiri. Oke mungkin bisa
kelihatan “masuk akal”. Pertanyaannya, apa dalilnya? Kenapa harus minta
dalil? Kan kita bukan nabi. Dalam beragama, wahyu tidak turun melalui
kita. Wahyu turun melalui lisan Rosulullah Shalallahi’alai
hiwasalam. Konsekuensinya kita harus mengimani yang Rosulullah sampaikan.

Berbicara
mengenai perkara sifat-sifat Allah itu perlu disandarkan kepada
kabar-kabar yang Rosulullaah sampaikan. WE HAVE NO ANY IDEA ABOUT THIS
kecuali disandarkan kepada dalil. Kita tidak bisa mengatakan Allah itu
tidak terikat kepada dimensi ruang dan waktu jika tidak ada dalil. Kita
tidak bisa berbicara Allah itu ada dimana-mana jika tanpa dalil. Kita
tidak bisa mengatakan Allah itu ada di langit jika tanpa dalil.


Oke
perhatikan hadits berikut. Di dalam Shohih Muslim, dan Sunan Abi Daud,
Sunan An Nasa`i, dan lainnya dari sahabat Mu’awiyah bin Hakam as Sulami,
ia berkata: Aku punya seorang budak yang biasa menggembalakan kambingku
ke arah Uhud dan sekitarnya, pada suatu hari aku mengontrolnya,
tiba-tiba seekor serigala telah memangsa salah satu darinya -sedang aku
ini seorang laki-laki keturunan Adam yang juga sama merasakan kesedihan-
maka akupun amat menyayangkannya
 hingga
kemudian akupun menamparnya (menampar budaknya, pent.), lalu aku
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kuceritakan kejadian
itu padanya. Beliau membesarkan hal itu padaku, aku pun bertanya, “Wahai
Rosulullah apakah aku harus memerdekakannya
?”
Beliau menjawab, “Panggil dia kemari!” Aku segera memanggilnya, lalu
beliau bertanya padanya, “Di mana Allah?” Dia menjawab, “Di langit.”
“Siapa aku?” tanya Rosul. “Engkau Rosulullah (utusan Allah)” ujarnya.
Kemudian Rosulullah berkata padaku, “Merdekakan dia, sesungguhnya dia
seorang mu`min.” (HR Muslim)


Perhatikan ya, dari riwayat di atas kita bisa ambil 3 pelajaran penting. 

Pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan keimanan sang budak ketika ia mengetahui bahwa Allah di atas langit. 

Kedua: Disyari’atkannya ucapan seorang muslim yang bertanya “Di mana Allah?”. 

Ketiga: Disyari’atkannya bagi orang yang ditanya hal itu agar menjawab, “Di atas langit.”

Oke, sudah terjawab. Allah dimana? Di langit. Bolehkah bertanya Allah itu dimana? Boleh.

Tidaklah
mengherankan bila kemudian penetapan bahwa Dzat Allah di atas langit
menjadi keyakinan para imam yang empat, imam Abu Hanifah berkata,
“Barangsiapa yang mengingkari Allah ‘azza wa jalla di langit maka ia
telah kufur!” Imam Malik mengatakan, “Allah di atas langit, sedang
ilmuNya (pengetahuanNya
)
di setiap tempat, tidak akan luput sesuatu darinya.” Imam asy Syafi’i
berkata, “Berbicara tentang sunnah yang menjadi peganganku dan para ahli
hadits yang saya lihat dan ambil ilmunya seperti Sufyan, Malik, dan
selain keduanya, adalah berikrar bahwa tidak ada ilah (yang berhak untuk
diibadahi secara benar) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu di atas ‘arsy di langit…”
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, “Apakah Allah di atas langit
yang ke tujuh di atas ‘arsyNya jauh dari makhlukNya, sedangkan
kekuasaanNya dan pengetahuanNya di setiap tempat?” Beliau menjawab, “Ya,
Dia di atas ‘arsy-Nya tidak akan luput sesuatupun darinya.” (Lihat
kitab Al ‘Uluw, Imam adz Dzahabi).


Jika belum mantap dengan jawaban itu. Silakan dibuka mushaf Al Quran mamen. Lalu cari ayat-ayat berikut,

”Apakah
kamu merasa aman terhadap DZAT yang di atas langit, bahwa Ia akan
menenggelamkan ke dalam bumi, maka tiba-tiba ia (bumi) bergoncang ?”
(Al-Mulk : 16) Pertanyaan : Siapakah DZAT yang di atas langit tsb ?


”Mereka
(para Malaikat) takut kepada Tuhan mereka yang berada di atas mereka,
dan mereka mengerjakan apa-apa yang diperintahkan”.
 (An-Nahl : 50). Pertanyaan : Siapakah Tuhan mereka yang berada di atas mereka ?

”Wahai
Isa ! Sesungguhnya Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku”
(Ali Imran : 55). Artinya : ”Tetapi Allah telah mengangkat dia (yakni
Nabi Isa) kepada-Nya” (An-Nisa’ : 158). Pertanyaan : mengangkat itu dari
mana ke mana ? berarti Yang mengangkat dimana ?


Artinya
: ”Dan berkata Fir’aun : Buatkanlah untukku satu bangunan yang tinggi
supaya aku (dapat) mencapai jalan-jalan. (Yaitu) jalan-jalan menuju ke
langit supaya aku dapat melihat Tuhan(nya) Musa, karena sesungguhnya aku
mengira dia itu telah berdusta”. (Al-Mu’min : 36-37. Al-Qashash : 38).
Pertanyaan : kira-kira apa yang dikatakan Musa as kpd fir’aun sehingga
fir’aun membuat bangunan yang tinggi supaya dapat menuju ke langit
supaya dapat melihat Tuhan(nya) Musa ?


Nabi
kita SAW telah bersabda : Artinya : ”Orang-orang yang penyayang, mereka
itu akan disayang oleh Allah Tabaaraka wa Ta’ala (Yang Maha berkat dan
Maha Tinggi). oleh karena itu sayangilah orang-orang yang di muka bumi,
niscaya Dzat yang di atas langit akan menyayangi kamu”. (Shahih.
Diriwayatkan oleh Imam-imam : Abu Dawud No. 4941. Ahmad 2/160. Hakim
4/159. dari jalan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash. Hadits ini telah
dishahihkan oleh Imam Hakim dan telah pula disetujui oleh Imam Dzahabi)


”Barangsiapa
yang tidak menyayangi orang yang dimuka bumi, niscaya tidak akan di
sayang oleh Dzat yang di atas langit”. (Shahih, diriwayatkan oleh Imam
Thabrani di kitabnya ”Mu’jam Kabir No. 2497Pertanyaan : Siapakah Dzat
yang di atas langit yang dimaksud?


”Tidakkah
kamu merasa aman kepadaku padahal aku orang kepercayaan Dzat yang di
atas langit, datang kepadaku berita (wahyu) dari langit di waktu pagi
dan petang”. (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim 3/111 dan
Ahmad 3/4 dari jalan Abu Sa’id Al-Khudry). Pertanyaan : Siapakah Dzat
yang di atas langit yang dimaksud?


”Demi
Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya ! Tidak seorang suamipun yang
mengajak istrinya ke tempat tidurnya (bersenggama), lalu sang istri
menolaknya, melainkan Dzat yang di atas langit murka kepadanya sampai
suaminya ridla kepadanya ”.(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim 4/
157 dari jalan Abu Hurarirah).Pertanyaan : Siapakah Dzat yang di atas langit yang dimaksud?

”Silih
berganti (datang) kepada kamu Malaikat malam dan Malaikat siang dan
mereka berkumpul pada waktu shalat shubuh dan shalat ashar. Kemudian
naik malaikat yang bermalam dengan kamu, lalu Tuhan mereka bertanya
kepada mereka, padahal Ia lebih tahu keadaan mereka : ”Bagaimana
(keadaan mereka) sewaktu kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku ? Mereka
menjawab : ”Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami datang
kepada mereka dalam keadaan shalat”. (Shahih, diriwayatkan oleh Imam
Bukhari 1/139 dan Muslim 2/
113 dll).Pertanyaan : kemana malaikat pergi menghadap Tuhannya?

”Jabir
bin Abdullah telah meriwayatkan tentang sifat haji Nabi dalam satu
hadits yang panjang yang didalamnya diterangkan khotbah Nabi SAW di
padang ‘Arafah : ”(Jabir menerangkan) : Lalu Nabi SAW mengangkat jari
telunjuknya ke arah langit, kemudian beliau tunjukkan jarinya itu kepada
manusia, (kemudian beliau berdo’a) : ”Ya Allah saksikanlah ! Ya Allah
saksikanlah ! ( Riwayat Imam Muslim 4/41). Pertanyaan : Kenapa Nabi SAW
mengangkat jari telunjuknya ke arah langit?


Umar bin Khatab pernah mengatakan : Artinya : ”Hanyasanya segala urusan itu (datang/keputusannya)
dari sini”. Sambil Umar mengisyaratkan tangannya ke langit ” [Imam
Dzahabi di kitabnya ”Al-Uluw” hal : 103. mengatakan : Sanadnya seperti
Matahari (yakni terang benderang keshahihannya)]
. Pertanyaan : Kenapa Umar mengisyaratkan tangannya ke langit?

Anas
bin Malik menerangkan : Artinya : ”Adalah Zainab memegahkan dirinya
atas istri-istri Nabi SAW, ia berkata : ”Yang mengawinkan kamu (dengan
Nabi) adalah keluarga kamu, tetapi yang mengawinkan aku (dengan Nabi)
adalah Allah Ta’ala dari ATAS TUJUH LANGIT”. Dalam satu lafadz Zainab
binti Jahsyin mengatakan : ”Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku
(dengan Nabi) dari atas langit”. (Riwayat Bukhari juz 8 hal:176).Pertan
yaan : dimanakah Allah menurut Zainab ?

Hanya ada 2 pilihan :
1. Beriman dengan apa yang dikatakan Allah dan Rasulnya dengan mengucapkan sami’na wa ato’na dan itu adalah jalan yang selamat,
2. Ingkari ayat dan hadits tersebut, engkau dustakan dan berani membantah kalamulloh

[UPDATE]
kita hanya mendapatkan kabar dari Rosulullaah mengenai Allah di langit,
bersemayam di atas Arsy Nya. Tidak usah kita membayangkan bagaimana
Allah bersemayam, bagaimana besarnya ArsyNya Allah, dsb yang tidak
Rosulullah kabarkan. 😉

***
sumber : http://al-uyeah.blogspot.com/2013/06/dimana-allah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar